Rabu, 21 April 2010

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia baik dari segi luas wilayah maupun jumlah pulaunya (17.480 pulau), dengan garis pantai terpanjang ke empat (95.150 km) setelah Kanada, USA dan Rusia Federasi. Berdasarkan konvensi PBB tahun 1982, tentang hukum laut, wilayah laut yang dapat dimanfaatkan seluas 5,8 juta km2 (3,1 juta km2 perairan teritorial dan 2,7 juta km2 Zona Ekonomi Ekslusif) (Lukito, 2009).

Ikan adalah salah satu bentuk sumberdaya alam yang bersifat renewable atau mempunyai sifat dapat pulih / dapat memperbaharui diri. Sumberdaya ikan pada umumnya mempunyai sifat open access dan common property yang artinya pemanfaatan bersifat terbuka oleh siapa saja dan kepemilikannya bersifat umum.

Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan. Dalam statistik perikanan yang dimaksud dengan perikanan adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan ikan dan atau pembudidayaan ikan serta pasca panen ikan (Dinas Perikanan Dan Kelautan Propinsi Jawa Timur, 2004).
Upaya memanfaatkan sumberdaya perikanan laut secara optimal dan lestari, merupakan tuntutan yang sangat mendesak bagi kemakmuran rakyat, terutama untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan, pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat,memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, serta peningkatan ekspor untuk menghasilkan devisa Negara (Yahya, 2009).

Potensi lestari sumber daya ikan (SDI) laut Indonesia sekitar 6,4 juta ton per tahun, atau 7,5 persen dari total potensi lestari ikan laut dunia. Saat ini tingkat pemanfaatan ikan Indonesia baru mencapai 4,4 juta ton per tahun. Dua tahun lalu Indonesia berhasil membukukan jumlah ikan tangkapan sebesar 6,4 juta ton ikan, yang diprediksi akan naik menjadi 9 juta ton pada tahun 2008 (Tokoh Indonesia.Com, 2009 ).
Propinsi Jawa Timur mempunyai luas perairan 208.138 km2 meliputi Selat Madura, Laut Jawa, Selat Bali dan Samudera Indonesia dengan panjang garis pantai 1.600 km, merupakan salah satu sentra kegiatan ekonomi yang menghubungkan Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Di sepanjang pantainya dapat dijumpai beragam sumberdaya alam mulai dari hutan bakau, padang lamun, terumbu karang, hutan, migas, sumberdaya mineral. Dengan luas laut 142.560 km2, termasuk Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI), memiliki panjang garis pantai lebih kurang 800 km, menyimpan sumber daya alam laut yang melimpah. Di sektor perikanan tangkapan, Jawa Timur memiliki potensi sebesar 1,7 juta ton per tahun. Potensi lestari 804.612,8 ton per tahun, tapi baru dimanfaatkan 453.034,05 ton per tahun atau 56,30% saja dari potensi yang ada. Total tangkapan itu sebagian besar (sekitar 87,98%) diperoleh dari usaha penangkapan di kawasan pantai utara, sisanya (12,12%) didapat dari penangkapan di pantai selatan (Lukito, 2009).

Wilayah perairan laut Jawa Timur dapat dibagi menjadi lima tipikal wilayah sumberdaya, yaitu (a) Wilayah Utara yang  merupakan  perairan Laut Jawa, dengan tipikal sumberdaya ikan yang di dominasi ikan layang (Decapterus spp.) dan ikan kuniran (Upeneus spp.); (b) Wilayah Madura Kepulauan, dengan tipikal sumberdaya ikan karang; (c) Wilayah Selat Madura dengan tipikal ikan kurisi (Nemeptherus spp.); (d) Wilayah Laut Muncar dengan tipikal mono-species ikan lemuru (Sardinella spp.) dan (e) Wilayah selatan dengan tipikal sumberdaya ikan tongkol dan tuna (Thunnus spp.) ( Muhammad Sahri & Soemarno, 2009 ).

Sumberdaya pesisir dan laut telah memberikan andil cukup besar dalam pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur. Produksi perikanan tangkap propinsi Jawa Timur pada tahun 2006 adalah 350.251,56 ton. Volume ekspor perikanan mencapai 188.979,76 ton dengan nilai ekspor US $ 503.979,07 ribu. Meskipun perikanan laut masih menjadi andalan, tetapi pemerintah Jawa Timur tetap mengupayakan usaha budidaya perikanan darat. Andalan perikanan darat Jawa Timur masih pada budidaya tambak yang jumlah produksinya cukup besar yaitu sekitar 91.657 ton pertahun (www.bappeprop-jatim.go.id, 2009).

Kabupaten Pacitan terletak di ujung barat daya Propinsi Jawa Timur. Letak geografis Pacitan berada antara 110°55’–111º25’ BT dan 7º55’-8º17’ LS. Terletak 276 km sebelah barat daya kota Surabaya dengan letak geografis 405º BT dan 755º817’ LS. Wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten Ponorogo di utara, Kabupaten Trenggalek di timur, Samudera Hindia di selatan, serta Kabupaten Wonogiri (Jawa Tengah) di barat. Sebagian besar wilayahnya berupa pegunungan kapur, yakni bagian dari rangkaian Pegunungan Kidul. Tanah tersebut kurang cocok untuk pertanian (www.eastjava.com, 2009).

Kabupaten Pacitan mempunyai luas wilayah 1.389,87 km² yang kondisi alamnya sebagian besar terdiri dari bukit-bukit yang mengelilingi kabupaten. Sedangkan wilayah kota Pacitan berupa daratan rendah. Selebihnya berupa daerah pantai yang memanjang dari sebelah barat sampai timur di bagian selatan. Pacitan adalah kecamatan yang menjadi ibukota Kabupaten Pacitan. Secara keseluruhan, landscape kota Pacitan terletak di lembah. Tepinya berupa Teluk Pacitan dan dialiri sungai Grindulu yang membentang dari wilayah selatan menuju pantai Teleng Ria (www.eastjava.com, 2009).

Sekitar 63% dari Kabupaten Pacitan adalah daerah yang berfungsi penting untuk hidrologis karena mempunyai tingkat kemiringan lebih dari 40%. Berdasarkan ciri-ciri fisik tanahnya, Kabupaten Pacitan adalah bagian dari pegunungan kapur selatan yang bermula dari Gunung Kidul, Yogyakarta dan membujur sampai daerah Trenggalek yang relatif tanahnya tandus. Dalam struktur Pemerintahan Wilayah Administratif, Kabupaten Pacitan terbagi menjadi 12 kecamatan, 166 desa dan 5 kelurahan (www.eastjava.com, 2009).

Perairan Pacitan berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia memiliki dasar perairan yang berkarang dengan ombak yang besar. Namun perairan ini memiliki potensi perikanan yang sangat besar dan melimpah. Perlu adanya pengelolaan sumberdaya perikanan yang ada dengan bertanggung jawab.

Pelabuhan mulai dikenal sejak manusia mengenal transportasi air. Pada awalnya pelabuhan hanyalah merupakan tepian dari perairan yang terlindung dari gangguan alam. Pelabuhan mulai ada di sungai pedalaman yang jauh dari laut. Sejak manusia menggunakan perahu untuk transportasi di lautan, pelabuhan mengalami perkembangan, letaknya tidak lagi di pedalaman tetapi di muara sungai atau teluk yang terlindung dari gangguan alami seperti serangan ombak, angin, dan badai. Semakin lama pelabuhan tidak lagi menjadi tempat labuh perahu-perahu tetapi juga sebagai pusat kegiatan masyarakat. Peran kapal pun berkembang tidak hanya sebagai penangkap ikan atau perhubungan penduduk antar pulau tetapi fungsinya semakin meluas menjadi alat transportasi antar bangsa, pelabuhan pun menjadi tempat akulturasi kebudayaan dari beberapa bangsa (Martinus, 2006).

Pelabuhan secara umum bisa diartikan sebagai tempat kapal berlabuh dengan aman dan dapat melakukan bongkar muat barang serta turun naik penumpang (Salim, 1994). Pelabuhan secara umum dapat diartikan sebagai daerah yang terlindung dari gangguan alam seperti angin dan gelombang, tempat berlabuh dan bertambatnya kapal-kapal untuk melakukan bongkar muat barang dan penumpang.
Pelabuhan Perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan / atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang Pelabuhan Perikanan (Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.10/MEN/2004).

Landasan hukum dari Pelabuhan Perikanan terdapat pada Peraturan Menteri Perikanan dan Kelautan Nomor Per.16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan bahwa: Sesuai dengan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, Pelabuhan Perikanan mempunyai peranan penting dalam mendukung peningkatan produksi perikanan, memperlancar arus lalu lintas kapal perikanan, mendorong pertumbuhan perekonomian masyarakat perikanan, pelaksanaan dan pengendalian sumberdaya ikan, serta mempercepat layanan terhadap kegiatan di bidang usaha perikanan.

Pembangunan Pelabuhan Perikanan dirancang sesuai dengan kemampuan sumberdaya wilayah, termasuk sumberdaya kelautan, serta sesuai dengan volume usaha perikanan di wilayah pengembangan perikanan yang telah ditetapkan. Pelabuhan Perikanan dibagi menjadi 4 golongan, yaitu Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) atau tipe A, Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) atau tipe B, Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) atau tipe C, dan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) atau tipe D (Soewito, 2000).

Untuk mendukung kegiatan penangkapan ikan di laut perlu ditunjang dengan tersedianya prasarana perikanan, terutama Pelabuhan Perikanan. Pemerintah melalui Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Jawa Timur membangun salah satu prasarana perikanan (Pelabuhan Perikanan) di kawasan Kabupaten Pacitan. Pelabuhan tersebut yaitu Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tamperan, Pacitan. Pembangunan PPP Tamperan bertujuan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas usaha penangkapan ikan di Jawa Timur, meningkatkan pemasaran hasil tangkap dan pengolahan ikan, meningkatkan pendapatan nelayan, serta melakukan pembinaan kepada nelayan.

Kantor Pelabuhan Perikanan berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Jawa Timur. Kantor pelabuhan mempunyai tugas memberi pelayanan jasa lalu lintas angkutan laut, keamanan dan keselamatan pelayaran, serta mengeluarkan surat perijinan kapal. Sebelum berlayar dan melakukan operasi penangkapan ikan, suatu kapal perikanan harus mempunyai beberapa surat yaitu surat ijin berlayar yang dikeluarkan oleh Kantor Pelabuhan serta Surat Ijin Usaha Penangkapan Ikan (SIUP) dan Surat Ijin Pengangkutan Ikan (SIPI) yang dikeluarkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan (Widjayanto, 2009).

Dalam ilmu manajemen dikenal istilah siklus manajemen (management cycle) yang berarti tindakan perencanaan (planning), diikuti kegiatan pelaksanaan (organizing, coordinating, directing) serta kegiatan pengendalian (controlling). Dari evaluasi nantinya akan diperoleh umpan balik (feed back) berupa data perbaikan untuk keperluan perencanaan selanjutnya. Keseluruhan pengelolaan Pelabuhan Perikanan merupakan penjabaran dari proses manajemen yakni fungsi-fungsi manajemen sebagai operasinya, kepala pelabuhan sebagai managernya dan organisasi pelabuhan perikanan sebagai perangkat kerasnya. Dalam melaksanakan pengelolaan Pelabuhan Perikanan, sesuai dengan struktur organisasi Pelabuhan Perikanan bahwa yang bertindak sebagai manager adalah Kepala Pelabuhan. Oleh karena itu, seorang Kepala Pelabuhan harus melaksanakan prinsip manajemen dalam pengelolaan pelabuhan sehari-hari (Satriya, 2006).

Menurut Kalalo (1996), operasional Pelabuhan Perikanan secara sederhana adalah suatu pemanfaatan fasilitas yang ada di Pelabuhan Perikanan untuk mendorong terselenggaranya kegiatan produksi dan jasa di bidang usaha perikanan. Tingkat keuntungan ekonomis yang diperoleh Pelabuhan Perikanan sebagai basis usaha berdasarkan indikator umum operasional, yaitu pendaratan ikan, kunjungan kapal, penyaluran perbekalan kapal dan penyerapan tenaga kerja.

Operasional Pelabuhan Perikanan harus ditingkatkan sesuai dengan kemajuan usaha penangkapan dan pengembangan Pelabuhan Perikanan. Pendayagunaan pembangunan prasarana Pelabuhan Perikanan sangat tergantung kepada kemampuan menggerakkan unsur yang terlibat dalam pemanfaatan fasilitas yang dapat memberikan kemudahan dan keuntungan bagi usaha penangkapan. Usaha yang dimaksud adalah masyarakat nelayan, Koperasi Unit Desa (KUD), pembeli ikan, penyalur barang dan jasa, serta berbagai instansi pemerintah yang terkait (Direktorat Bina Prasarana, 1981).

Menurut Lubis (2000), suatu pengoperasian pelabuhan perikanan yang berhasil diantaranya harus mencapai prinsip-prinsip sebagai berikut:
1)Baik atau berhasil jika ditinjau dari segi ekonomi.
2)Sistem pembongkaran dan pengelolaan yang efektif dan efisien.
3)Fleksibel dalam menghadapi perkembangan teknologi dan kemampuan untuk melindungi
nelayan.
4)Pengoperasian yang baik antara perilaku-perilaku yang berperan dalam Pelabuhan
Perikanan personal itu sendiri, nelayan, pengusaha penangkapan, pedagang pengolah,
koperasi dan organisasi-organisasi lain.

Manajemen pelabuhan merupakan pengelolaan pelabuhan yang meliputi penilaian terhadap fasilitas Pelabuhan Perikanan yang meliputi alur pelayaran, kolam pelabuhan, tambatan, dermaga bongkar muat dan sebagainya. Fasilitas tersebut diharapkan berfungsi secara maksimal dalam hal ini adalah pendayagunaan, sehingga kelancaran kegiatan operasional dapat berimbang terhadap ukuran hasil kerja sebagaimana diharapkan. Jika fungsi itu tidak dijalankan dengan baik maka akan berdampak buruk terhadap lancar tidaknya operasional Pelabuhan Perikanan tersebut (Kramadibrata, 1985).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar